ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER (DHF)
I. PENGERTIAN
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau biasa disebut dengan demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina) (Christanti, 1995).
DHF adalah suatu infeksi arbovirus (anthropod – borneakut) ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, 1985).
Dengue Haemorrhagic Fever adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi. perdarahan yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer, 2000). Dengue Haemorrhagic Fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus dan ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti, (Ngastiyah,1997).
II. ETIOLOGI
Virus dengan sejenis arbovirus, virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil , sensitive maktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 derajat Celcius.
Virus Dengue serotype 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti , nyamuk aedes albopictus, aedes polinesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Apabila orang yang sakit demam berdarah bila di gigit nyamuk aedes aegypti , maka sifat penyakit (virus dengue) akan masuk kedalam tubuh nyamuk, kalau nyamuk yang mengandung virus dengue tadi menggigit anak yang sehat maka anak tadi akan jatuh sakit.
Virus dengan sejenis arbovirus, virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil , sensitive maktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 derajat Celcius.
Virus Dengue serotype 1,2,3 dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes aegypti , nyamuk aedes albopictus, aedes polinesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Apabila orang yang sakit demam berdarah bila di gigit nyamuk aedes aegypti , maka sifat penyakit (virus dengue) akan masuk kedalam tubuh nyamuk, kalau nyamuk yang mengandung virus dengue tadi menggigit anak yang sehat maka anak tadi akan jatuh sakit.
III. PATOFISIOLOGI
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pagal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening. Pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limfe (splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta effusi pleura dan renjatan syok.
Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit > 20 % menunjukan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma (plasma leakage) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena, setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukan kebocoran plasma teratasi sehingga pemberian cairan dikurangi untuk mencegah terjadinya edema paru dan ginjal.
Tingginya nilai hematokrit penderita DHF disebabkan karena :
a. Adanya kebocoran plasma kedaerah ekstravaskulas melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
b. Adanya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu dalam rongga peritoneum, pleura yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus (Sjaifoellah Noer, 1996).
IV. KLASIFIKASI DHF
DHF diklasifikasikan berdasarkan beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi :
Derajat I :
Demam, lesu, sakit kepala, hasil uji tourniket positif, trombositopenia, hemokonsentrasi.
Derajat II :
Demam, lesu, sakit kepala, hasil uji tourniket positif, trombositopenia, hemokonsentrasi, adanya perdarahan spontan, sakit perut.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu : nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung-ujung jari (tanda-tanda renjatan).
Derajat IV :
DHF diklasifikasikan berdasarkan beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi :
Derajat I :
Demam, lesu, sakit kepala, hasil uji tourniket positif, trombositopenia, hemokonsentrasi.
Derajat II :
Demam, lesu, sakit kepala, hasil uji tourniket positif, trombositopenia, hemokonsentrasi, adanya perdarahan spontan, sakit perut.
Derajat III :
Ditemukan kegagalan sirkulasi yaitu : nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung-ujung jari (tanda-tanda renjatan).
Derajat IV :
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tak terukur (Ngastiyah, 1997).
V. MANIFESTASI KLINIS
a. Demam tinggi selama 2–7 hari
b. Perdarahan terutama perdararhan bawah kulit : petekie, ekimosis, hematoma.
c. Epistaksis, Hematemesis, melena, hematuri
d. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati
f. Sakit kepala
g. Pembengkakan sekitar mata
h. Pembesaran hati, limfe, dan kelenjar getah bening
i. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah.
VI. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering timbul adalah DSS (Dengue Syock Sindrom) yang disebabkan oleh kebocoran pembuluh darah sehingga cairan atau serum, elektrolit serta keluar dari pembuluh darah sampai menimbulkan hipovolemik syok, efusi pleura, acites, sepsis mengakibatkan infeksi sistemik, kematian.
VII. PENATALAKSANAAN
Penderita DHF memerlukan perawatan yang serius dan bisa berakibat fatal atau kematian jika terlambat diatasi. Oleh karena itu seharusnya penderita dirawat dirumah sakit (terutama penderita DHF derajat II, III, IV) penderita sebaiknya dipisah dari pasien penyakit lain, dan diruangan yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan pada penderita DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau bedrest total yaitu klien hanya berbaring di tempat tidur.
Penatalaksanaan pada penderita DHF adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring atau bedrest total yaitu klien hanya berbaring di tempat tidur.
b. Minum banyak 1,5–2 liter/24 jam dengan air teh, gula atau susu.
c. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen, kompres dingin.
d. Pemberian antikonvulsan bila terdapat kejang.
e. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat). Rumus cairan 5 x BB atau 10 ml/kg BB, menggunakan infuset (makro). Indikasi pemberian cairan intra vena yaitu :
1) Jika pasien muntah terus – menerus
2) Hematokrit terus meningkat.
3) Observasi tanda perdarahan dan tanda syok. Tanda–tanda syok : nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun (sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki.
f. Monitor tanda–tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam.
g. Periksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari.
h. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter).
i. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam rektal (kolaborasi dengan dokter).
j. Tranfusi darah diberikan pada penderita yang mengalami hematemesis, melena, haemoglobin, hematokrit.
e. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat). Rumus cairan 5 x BB atau 10 ml/kg BB, menggunakan infuset (makro). Indikasi pemberian cairan intra vena yaitu :
1) Jika pasien muntah terus – menerus
2) Hematokrit terus meningkat.
3) Observasi tanda perdarahan dan tanda syok. Tanda–tanda syok : nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun (sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki.
f. Monitor tanda–tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam.
g. Periksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari.
h. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder (kolaborasi dengan dokter).
i. Bila timbul kejang dapat diberikan diazepam rektal (kolaborasi dengan dokter).
j. Tranfusi darah diberikan pada penderita yang mengalami hematemesis, melena, haemoglobin, hematokrit.
VIII. DIAGNOSIS DHF
Menurut WHO pada tahun 1975, diagnosis (DHF) harus berdasarkan adanya klinik sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak dan terus–menerus selama 2–7 hari. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak–tidaknya uji tourniket positif dan salah satu bentuk lain ( petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena).
b. Pembesaran hati.
c. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan tekanan diastol 20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari tangan dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
Menurut WHO pada tahun 1975, diagnosis (DHF) harus berdasarkan adanya klinik sebagai berikut :
a. Demam tinggi mendadak dan terus–menerus selama 2–7 hari. Manifestasi perdarahan, termasuk setidak–tidaknya uji tourniket positif dan salah satu bentuk lain ( petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena).
b. Pembesaran hati.
c. Renjatan yang ditandai dengan nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun (tekanan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang dan tekanan diastol 20 mmHg atau kurang), disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari tangan dan kaki, penderita gelisah, timbul sianosis disekitar mulut.
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Peningkatan suhu tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan proses penyakit (Viremia).
b. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
d. Gangguan rasa nyaman : Nyeri akut berhubungan dengan mekanisme patologis ( proses penyakit ).
e. Immobilisasi fisik berhubungan kelemahan fisik kemungkinan dibuktikan oleh : ADL (mandi, makan, BAB, BAK) dibantu oleh keluarga klien kelihatan lemah.
f. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
X. INTERVENSI
Diagnosa 1 : Peningkatan suhu tubuh (Hipertermi) berhubungan dengan proses penyakit.
a. Hasil yang diharapkan :
1) Suhu tubuh normal (36 – 37°C)
2) Pasien bebas dari Demam
b. Rencana tindakan :
1) Observasi saat timbulnya demam
Rasional: Untuk mengidentifikasi pola demam
2) Observasi tanda–tanda vital setiap 3 jam/lebih sering
Rasional: TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
3) Berikan penjelasan kepada pasien/keluarga tentang hal–hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam dan menganjurkan pasien/ keluarga untuk kooperatif
Rasional: Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien dirumah sakit.
4) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: Penjelasan tentang kondisi pasien dapat membantu pasien / keluarga mengurangi kecemasan yang timbul
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 1/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6) Berikan kompres dingin ( pada daerah axilla dan lipatan paha )
Rasional: Kompres dingin menyebabkan proses terjadinya proses induksi / perpindahan panas dari tubuh kekompres.
7) Berikan terapi cairan intravena dan obat – obatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi).
Rasional: Pemberian cairan bagi pasien sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini
Rasional: Untuk mengidentifikasi pola demam
2) Observasi tanda–tanda vital setiap 3 jam/lebih sering
Rasional: TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
3) Berikan penjelasan kepada pasien/keluarga tentang hal–hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam dan menganjurkan pasien/ keluarga untuk kooperatif
Rasional: Keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien dirumah sakit.
4) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: Penjelasan tentang kondisi pasien dapat membantu pasien / keluarga mengurangi kecemasan yang timbul
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 1/24 jam dan jelaskan manfaatnya bagi pasien.
Rasional: Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
6) Berikan kompres dingin ( pada daerah axilla dan lipatan paha )
Rasional: Kompres dingin menyebabkan proses terjadinya proses induksi / perpindahan panas dari tubuh kekompres.
7) Berikan terapi cairan intravena dan obat – obatan sesuai dengan program dokter (masalah kolaborasi).
Rasional: Pemberian cairan bagi pasien sangat penting bagi pasien dengan suhu tubuh tinggi. Pemberian cairan merupakan wewenang dokter sehingga perawat perlu berkolaborasi dalam hal ini
Diagnosa 2 : Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual, muntah, anorexia dan sakit saat menelan.
a. Hasil yang diharapkan
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan / dibutuhkan.
b. Rencana tindakan
1) Kaji keluhan mual, sakit menelan dan muntah yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya
2) Observasi cara bagaimana makanan dihidangkan
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3) Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering
Rasional : Untuk menghindari mual dan muntah
4) Jelaskan kepada orang tua klien tentang manfaat makanan / nutrisi bagi pasien terutama saat pasien sakit
Rasional : Meningkatkan pengetahuan orang tua pasien tentang nutrisi sehingga orang tua termotifasi untuk memberikan makanan untuk anaknya yang bergizi.
5) Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya.
Rasional : Memotivasi dan meningkatkan semangat pasien
6) Berikan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter).
Rasional : Nutrisi parenteral sangat bermanfaat / dibutuhkan pasien terutama jika intake peroral sangat kurang. Jenis dan jumlah pemberian nutrisi parenteral merupakan wewenang dokter.
7) Berikan obat–obatan antasida (antiemetik) sesuai program dokter
Rasional : Obat antasida (antiemetik) membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah.
8) Timbang berat badan pasien tiap hari (bila mungkin)
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien.
Diagnosa 3 : Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
a. Hasil yang diharapkan
Tidak terjadi defisit volume cairan
b. Rencana tindakan
1) Observasi keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda – tanda vital.
Rasional : Menetapkan data-data dasar pasien untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normal.
2) Observasi adanya tanda – tanda syok
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami pasien.
3) Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
4) Observasi tanda dan gejala dehidrasi / hipovolemik (riwayat muntah, kehausan, turgor jelek).
Rasional : Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.
5) Berikan cairan intravena sesuai dengan program dokter.
b. Rencana tindakan
1) Observasi keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda – tanda vital.
Rasional : Menetapkan data-data dasar pasien untuk mengetahui dengan cepat penyimpangan dari keadaan normal.
2) Observasi adanya tanda – tanda syok
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok yang dialami pasien.
3) Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
4) Observasi tanda dan gejala dehidrasi / hipovolemik (riwayat muntah, kehausan, turgor jelek).
Rasional : Untuk mengetahui penyebab defisit volume cairan.
5) Berikan cairan intravena sesuai dengan program dokter.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami defisit volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan langsung masuk kedalam pembuluh darah. Pemberian sesuai program dokter karena merupakan wewenang dokter.
Diagnosa 4 : Nyeri akut berhubungan dengan mekanisme patologis (proses penyakit).
a. Hasil yang diharapkan
1) Rasa nyaman pasien terpenuhi
2) Nyeri berkurang atau hilang
b. Rencana Tindakan
1) Kaji Tingkat nyeri yang dialami pasien dengan menggunakan rentang nyeri (0–10) yaitu : 0 : tidak ada nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6 : nyeri sedang, 7-9 : nyeri berat, 10 : nyeri hebat. Biarkan pasien menentukan tingkat nyeri yang dialaminya, tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri yang dialami.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Kompres daerah nyeri dengan air hangat
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
3) Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
4) Berikan perhatian pasien dari rasa nyeri (libatkan keluarga) anjurkan pasien untuk membawa buku, mendengarkan musik.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
Diagnosa 5 : Immobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik kemungkinan dibuktikan oleh : ADL (mandi, makan, BAB, BAK) dibantu oleh keluarga klien kelihatan lemah.
a. Hasil yang diharapkan
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
b. Rencana tindakan
1) Monitor tanda – tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien
2) Bantu dan libatkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien sehari – hari
Rasional : Agar kebutuhan klien dapat terpenuhi
3) Dekatkan alat – alat yang dibutuhkan pasien ketempat tidur
Rasional : Untuk lebih memudahkan pasien
1) Kaji Tingkat nyeri yang dialami pasien dengan menggunakan rentang nyeri (0–10) yaitu : 0 : tidak ada nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6 : nyeri sedang, 7-9 : nyeri berat, 10 : nyeri hebat. Biarkan pasien menentukan tingkat nyeri yang dialaminya, tetapkan tipe nyeri yang dialami pasien, respon pasien terhadap nyeri yang dialami.
Rasional : Untuk mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Kompres daerah nyeri dengan air hangat
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
3) Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi nyeri
4) Berikan perhatian pasien dari rasa nyeri (libatkan keluarga) anjurkan pasien untuk membawa buku, mendengarkan musik.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain, pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
Diagnosa 5 : Immobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan fisik kemungkinan dibuktikan oleh : ADL (mandi, makan, BAB, BAK) dibantu oleh keluarga klien kelihatan lemah.
a. Hasil yang diharapkan
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
b. Rencana tindakan
1) Monitor tanda – tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien
2) Bantu dan libatkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien sehari – hari
Rasional : Agar kebutuhan klien dapat terpenuhi
3) Dekatkan alat – alat yang dibutuhkan pasien ketempat tidur
Rasional : Untuk lebih memudahkan pasien
Diagnosa 6 : Kurang Pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
a. Hasil yang diharapkan :
Orang tua klien mengerti tentang penyakit DHF
b. Rencana Tindakan
1) Kaji tingkat pengetahuan klien/keluarga tentang penyakit
Rasional : Untuk memberikan informasi pada klien / keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan tentang penyakit yang diketahui pasien / keluarga.
2) Jelaskan proses penyakit dengan bahasa yang mudah dimengerti
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
3) Berikan kesempatan pada klien / keluarga untuk menanyakan hal – hal yang ingin diketahui
Rasional : Mengurangi kecemasan dan memotivasi pasien / keluarga untuk kooperatif selama masa perawatan / penyembuhan.
4) Gunakan leaflet atau gambar – gambar dalam memberikan penjelasan.
Rasional : Dapat membantu penjelasan yang telah diberikan karena dapat dilihat atau dibaca berulang kali.
Sumber: KTI AKPER PEMKAB KOTIM th. 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar