ASKEP
RETENSIO PLASENTA
A.
Konsep dasar
1.
Pengertian
Retensio Placenta adalah tertahannya atau keadaan dimana
uri/placenta belum lahir dalam waktu satu jam setelah bayi lahir. Retensio
plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum lahir dalam
setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat
menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau
perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan. Menurut Sarwono Prawirohardjo Retensio
plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir.
Menurut Ida Bagus Gede Manuaba (1998) retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.
Menurut Ida Bagus Gede Manuaba (1998) retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.
Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami
hambatan yang dapat berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan
bisa timbul perdarahan yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu pada
masa post partum. Apabila sebagian placenta lepas sebagian lagi belum, terjadi
perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik
pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta
sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat
timbul perdarahan masa nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio
placenta memperbesar kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan
penderita yang kurang. Oleh karena itu sebaiknya penanganan kala III pada
persalinan mengikuti prosedur tetap yang berlaku.
2.
Etiologi
Penyebab
terjadinya Retensio Placenta adalah :
a. Placenta
belum lepas dari dinding uterus.
Placenta yang belum lepas dari dinding uterus. Hal ini dapat terjadi
karena (a) kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta, dan (b)
placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi
perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
b. Placenta
sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia
uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a)
penanganan kala III yang keliru/salah dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian
bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata).
Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan
atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut :
a. Placenta
Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam
b. Placenta
Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam
menembus desidua sampai miometrium.
c. Placenta
Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum mencapai
lapisan serosa.
d. Placenta
Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding
rahim.
e. Placenta
Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium
uteri.
3.
Patofisiologi
Setelah bayi
dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi
otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek
dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta.
Ketika
jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya
menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan
pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di
uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan
terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga
persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
a.
Fase
laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b.
Fase
kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat
(dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
c.
Fase
pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding
uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara
plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya
plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek
di lapisan spongiosa.
d.
Fase
pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun,
daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di
dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta
lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal
ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada
kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda
lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus
menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah
abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali
pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah
plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau
atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya
tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang
sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan
tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang
biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan
tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pelepasan Plasenta :
a.
Kelainan
dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
b.
Kelainan
dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi
di cornu; dan adanya plasenta akreta.
c.
Kesalahan
manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak
perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang
tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat
menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi
terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
4.
Pemeriksaan
penunjang
a. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat
hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta
jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya
meningkat.
b. Menentukan adanya gangguan koagulasi
dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time
(aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT).
Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktor lain.
5.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
a. Komplikasi yang berhubungan dengan
transfusi darah yang dilakukan.
b. Multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
c. Sepsis
d. Kebutuhan terhadap histerektomi dan
hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
6.
Penanganan
a. Resusitasi.
Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang berdiameter
besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi,
tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang
dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
b. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam
500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus
berkontraksi.
c. Plasenta
coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan drips
oksitosin untuk mempertahankan uterus.
d. Jika
plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc,
retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang
sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
e. Jika
tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan dengan
tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya pengeluaran
sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus.
f. Setelah
selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral.
g. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi
sekunder.
B. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada
ibu dengan retensio placenta adalah sebagai berikut :
a. Identitas
klien
b. Data
biologis/fisiologis meliputi; keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat obstetrik (GPA, riwayat kehamilan,
persalinan, dan nifas), dan pola kegiatan sehari-hari sebagai berikut :
1). Sirkulasi
:
Ø
Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkintidak
tejadi sampai kehilangan darah bermakna)
Ø
Pelambatan pengisian kapiler
Ø
Pucat, kulit dingin/lembab
Ø
Perdarahan vena gelap dari uterus ada secara
eksternal (placentaa tertahan)
Ø
Dapat mengalami perdarahan vagina berlebihan
Ø
Haemoragi berat atau gejala syock diluar
proporsi jumlah kehilangan darah.
2). Eliminasi
:
Ø
Kesulitan berkemih dapat menunjukan haematoma
dari porsi atas vagina
3). Nyeri/Ketidaknyamanan
:
Ø
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri
tekan abdominal (fragmen placenta tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4). Keamanan
:
Ø
Laserasi jalan lahir: darah memang terang
sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan uterus keras, uterus berkontraksi
baik; robekan terlihat pada labia mayora/labia minora, dari muara vagina ke
perineum; robekan luas dari episiotomie, ekstensi episiotomi kedalam kubah
vagina, atau robekan pada serviks.
5). Seksualitas
:
Ø
Uterus kuat; kontraksi baik atau kontraksi
parsial, dan agak menonjol (fragmen placenta yang tertahan)
Ø
Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistensi
uterus (gestasi multipel, polihidramnion, makrosomia), abrupsio placenta,
placenta previa.
6). Pemeriksaan
fisik meliputi; keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi).
7). Pemeriksaan
laboratorium. (Hb 10 gr%)
2. Diagnosa
dan Rencana Intervensi Keperawatan
a. Defisit
volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan melalui vaskuler yang
berlebihan.
Intervensi :
Ø
Tinjau ulang catatan kehamilan dan
persalinan/kelahiran, perhatiakan faktor-faktor penyebab atau pemberat pada
situasi hemoragi (misalnya laserasi, fragmen plasenta tertahan, sepsis,
abrupsio plasenta, emboli cairan amnion atau retensi janin mati selama lebih
dari 5 minggu)
Rasional : Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan
memberikan kesempatan untuk mencegah dan membatasi terjadinya komplikasi.
Ø
Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan;
timbang dan hitung pembalut, simpan bekuan dan jaringan untuk dievaluasi oleh
perawat.
Rasional : Perkiraan kehilangan darah, arteial versus vena, dan adanya
bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan
penggantian.
Ø
Kaji lokasi uterus dan derajat kontraksilitas
uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil
menempatkan tangan kedua diatas simpisis pubis.
Rasional : Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding.
Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah.
Penempatan satu tangan diatas simphisis pubis mencegah kemungkinan inversi
uterus selama masase.
Ø
Perhatikan hipotensi atau takikardi, perlambatan
pengisian kapiler atau sianosis dasar kuku, membran mukosa dan bibir.
Rasional : Tanda-tanda ini menunjukan hipovolemi dan terjadinya syok.
Perubahan pada tekanan darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah
menurun sampai 30 - 50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia.
Ø
Pantau parameter hemodinamik seperti tekanan
vena sentral atau tekanan baji arteri pulmonal bila ada.
Rasional : Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan
kebutuhan penggantian.
Ø
Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan
20-30 derajat dan tubuh horizontal.
Rasional : Perdarahan dapat menurunkan atau menghentikan reduksi
aktivitas. Pengubahan posisi yang tepat meningkatkan aliran balik vena,
menjamin persediaan darah keotak dan organ vital lainnya lebih besar.
Ø
Pantau masukan dan keluaran, perhatikan berat
jenis urin.
Rasional : Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikansi kehilangan
cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukan dengan keluaran 30 – 50
ml/jam atau lebih besar.
Ø
Hindari pengulangan/gunakan kewaspadaan bila
melakukan pemeriksaan vagina dan/atau rektal
Rasional : Dapat meningkatkan hemoragi bila laserasi servikal, vaginal
atau perineal atau hematoma terjadi.
Ø
Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan
psikologis
Rasional : Meningkatkan relaksasi, menurunkan ansietas dan kebutuhan
metabolik.
Ø
Kaji nyeri perineal menetap atau perasaan penuh
pada vagina. Berikan tekanan balik pada laserasi labial atau perineal.
Rasional : Haematoma sering merupakan akibat dari perdarahan lanjut pada
laserasi jalan lahir.
Ø
Pantau klien dengan plasenta acreta (penetrasi
sedikit dari myometrium dengan jaringan plasenta), HKK atau abrupsio placenta
terhadap tanda-tanda KID (koagulasi intravascular diseminata).
Rasional : Tromboplastin dilepaskan selama upaya pengangkatan placenta
secara manual yang dapat mengakibatkan koagulopati.
Ø
Mulai Infus 1 atau 2 i.v dari cairan isotonik
atau elektrolit dengan kateter !8 G atau melalui jalur vena sentral. Berikan
darah lengkap atau produk darah (plasma, kriopresipitat, trombosit) sesuai
indikasi.
Rasional : Perlu untuk infus cepat atau multipel dari cairan atau produk
darah untuk meningkatkan volume sirkulasi dan mencegah pembekuan.
Ø
Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Oksitoksin, Metilergononovin maleat, Prostaglandin F2 alfa.
Rasional : Meningkatkan kontraktilitas dari uterus yang menonjol dan
miometrium, menutup sinus vena yang terpajan, dan menghentikan hemoragi pada
adanya atonia.
Magnesium sulfat
Rasional : Beberapa penelitian melaporkan penggunaan MGSO4 memudahkan
relaksasi uterus selama pemeriksaan manual.
Terapi Antibiotik.
Rasional : Antibiotok bertindak secara profilaktik untuk mencegah infeksi
atau mungkin perlu diperlukan untuk infeksi yang disebabkan atau diperberat
pada subinvolusi uterus atau hemoragi.
Ø Pantau
pemeriksaan laboratotium sesuai indikasi : Hb dan Ht.
Rasional : Membantu dalam menentukan kehilangan darah. Setiap ml darah
membawa 0,5 mgHb.
b. Resiko
tinggi terjadi Infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Intervensi :
Ø Demonstrasikan
mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri. Tinjau ulang cara yang
tepat untuk menangani dan membuang material yang terkontaminasi misalnya
pembalut, tissue, dan balutan.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/penyebaran organinisme
infeksious..
Ø Perhatikan
perubahan pada tanda vital atau jumlah SDP
Rasional : Peningkatan suhu dari 100,4 ºF (38ºC) pada dua hari
beturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pasca partum), tachikardia, atau
leukositosis dengan perpindahan kekiri menandakan infeksi.
Ø Perhatikan
gejala malaise, mengigil, anoreksia, nyeri tekan uterus atau nyeri pelvis.
Rasional : Gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik,
kemungkinan menimbulkan bakterimia, shock, dan kematian bila tidak teratasi.
Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernapasan
(perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulent), mastitis
(bengkak, eritema, nyeri), atau infeksi saluran kemih (urine keruh, bau busuk,
dorongan, frekuensi, nyeri).
Ø Rasional
: Diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan yang efektif.
Ø Kaji
keadaan Hb atau Ht. Berikan suplemen zat besi sesuai indikasi.
Rasional : Anemia sering menyertai infeksi, memperlambat pemulihan dan
merusak sistem imun.
c. Nyeri
berhubungan dengan trauma atau distensi jaringan.
Intervensi :
Ø Tentukan
karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri
perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus atau nyeri
tekan abdomen.
Rasional : Membantu dalam diagnosa banding dan pemilihan metode tindakan.
Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma, karena tekanan dari hemaoragik
tersembunyi kevagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan abdominal mungkin
sebagai akibat dari atonia uterus atau tertahannya bagian-bagian placenta.
Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen, dapat terjadi dengan inversio
uterus.
Ø Kaji
kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamana.
Rasional : Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas,
yang memperberat persepsi ketidaknyamanan.
Ø Berikan
tindakan kenyamanan seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu
pemanas pada penyembungan episiotomi.
Rasional : Kompres dingan meminimalkan edema, dan menurunkan hematoma
serta sensasi nyeri, panas meningkatkan vasodilatasi yang memudahkan resorbsi
hematoma.
Ø Berikan
analgesik, narkotik, atau sedativa sesuai indikasi
Ø Rasional
: Menurunkan nyeri dan ancietas, meningkatkan relaksasi.
d. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan hipovalemia
Intervensi :
Ø Perhatikan
Hb/Ht sebelum dan sesudah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan
berat badan.
Rasional : Nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah.
Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya
cedera dari kekurangan oksigen.
Ø Pantau
tanda vital; catat derajat dan durasi episode hipovolemik.
Rasional : Luasnya keterlibatan hipofisis dapat dihubungkan dengan
derajat dan durasi hipotensi. Penigkatan frekuensi pernapasan dapat menunjukan
upaya untuk mengatasi asidosis metabolik.
Ø Perhatikan
tingkat kesadaran dan adanya perubahan prilaku.
Rasional : Perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia,
sianosis, tanda lanjut dan mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun dibawah
50 mmHg.
Ø Kaji
warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit.
Rasional : Pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi
pada pembuluh darah perifer diperlukan yang mengakibatkan sianosis dan suhu
kulit dingin.
Ø Beri
terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional : Memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi
kejaringan.
Ø Pasang
jalan napas; penghisap sesuai indikasi.
Rasional : Memudahkan pemberian oksigen.
e. Ancietas
berhubungan dengan ancaman perubahan pada status kesehatan.
Intervensi :
Ø Evaluasi
respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragii pasca
partum. Klarifikasi kesalahan konsep.
Rasional : Membantu dalam menentukan rencana perawatan. Persepsi klien
tentang kejadian mungkin menyimpang, akan memperberat ancietasnya.
Ø Evaluasi
respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi, tachipnea,
gelisah atau iritabilitas.
Rasional : Meskipun perubahan pada tanda vital mungkin karena respon
fisiologis, ini dapat diperberat atau dikomplikasi oleh faktor-faktor
psikologis.
Ø Sampaikan
sikap tenang, empati dan mendukung.
Rasional : Dapat membantu klien mempertahankan kontrol emosional dalam
berespon terhadap perubahan status fisiologis. Membantu dalam menurunkan
tranmisi ansietas antar pribadi.
Ø Bantu
klien dalam mengidentifikasi perasaan ansietas, berikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional : Pengungkapan memberikan kesempatan untuk memperjelas
informasi, memperbaiki kesalahan konsep, dan meningkatkan perspektif,
memudahkan proses pemecahan masalah.
Ø Beritahu
kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan
Rasional : Kecemasan klien akan berkurang bila sebelum sebuah tindakan dilakukan
oleh perawat.
f. Kurang
Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang diperoleh.
Intervensi :
Ø Jelaskan
faktor predisposisi atau penyebab dan tindakan khusus terhadap penyebab
hemoragi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu klien/pasangan memahami
dan mengatasi situasi.
Ø Kaji
tingkat pengetahuan klien, kesiapan dan kemampuan klien untuk belajar.
Dengarkan, bicarakan dengan tenang, dan berikan waktu untuk bertanya dan
meninjau materi.
Rasional : Memberikan informasi yang perlu untuk mengembangkan rencana
perawatan individu. Menurunkan stress dan ancietas, yang menghambat
pembelanjaran, dan memberikan klarifikasi dan pengulangan untuk meningkatkan
pemahaman.
Ø Diskusikan
implikasi jangka pendek dari hemoragi pasca partum, seperti perlambatan atau
intrupsi pada proses kedekatan ibu-bayi (klien tidak mampu melakukan perawatan
terhadap diri dan bayinya segera sesuai keinginannya).
Rasional : Menurunkan ansietas dan memberikan kerangka waktu yang
realistis untuk melakukan ikatan serta aktivitas-aktivitas perawatan bayi.
Ø Diskusikan
implikasi jangka panjang hemoragi pasca partum dengan tepat, misalnya resiko
hemoragi pasca partum pada kehamilan selanjutnya, ataonia uterus, atau
ketidakmampuan untuk melahirkan anak pada masa datang bila histerektomie
dilakukan.
Rasional : Memungkinan klien untuk membuat keputusan berdasarkan
informasi dan mulai mengatasi perasaan tentang kejadian-kejadian masa lalu dan
sekarang.
DAFTAR
PUSTAKA
Harry
Oxorn, Ilmu Kebidanan Patofisiologi dan Persalinan, Edisi Human Labor and
Birth, Yayasan Essentia Medica, 1990.
Mary
Hamilton, Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, EGC, Jakarta, 1995.
Buku
Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati,
Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar